Pemerintah telah membuka pendaftaran Calon Pegawai Negeri Sipil (CPNS) 2017 di lingkungan Mahkamah Agung (MA) dan Kementerian Hukum dan HAM mulai hari ini, 1 Agustus, hingga 31 Agustus 2017. Terdapat 19.210 formasi yang tersedia untuk diperebutkan bagi para pencari kerja.
Meski hanya tersedia ribuan formasi, biasanya jumlah para pendaftar CPNS membeludak, bisa mencapai jutaan orang. Besarnya peminat CPNS itu seperti sudah dimaklumi sebagian besar masyarakat. Sebab ini tentang apa yang dibayangkan tentang menjadi seorang Pegawai Negeri Sipil (PNS).
Misalnya, seperti yang terdapat dalam sebuah forum di Kaskus berjudul 'Demam PNS! Ternyata Ini yang Membuat Semua Orang Ingin Jadi PNS'. Forum itu memuat paparan keuntungan jika seseorang menjadi PNS, yang mungkin hampir persis seperti apa yang mengendap di benak masyarakat.
Dalam forum tersebut disebutkan, setidaknya ada 10 keuntungan menjadi PNS. Di antaranya, memiliki tunjangan dan masa tua yang menjanjikan, bebas dari ancaman pemutusan hubungan kerja (PHK), kenaikan gaji berkala sesuai pangkat, pekerjaan tanpa stres dengan jam kerja santai, dan memiliki banyak libur cuti.
Nah, bagaimana? Kurang lebih seperti yang umum dipikirkan kan?
Seorang pengamat soal reformasi birokrasi Indonesia, Medrial Alamsyah, mengatakan ada tiga hal yang membuat banyak masyarakat Indonesia mendambakan profesi sebagai seorang PNS.
Menurutnya, fenomena ini mengungkapkan masih lekatnya budaya feodalisme dalam masyarakat. Sebagian besar masyarakat masih menganggap menjadi PNS berarti memiliki satu kedudukan elite dan dihargai khalayak.
"Ini kan sebenarnya lanjutan saja dari dulu dari budaya raden zaman kerajaan dulu, kemudian abdi dalem, kemudian baru setelah itu PNS, ketika orang-orang Indonesia mulai bersekolah," kata Medrial seperti ditulis Vice, April 2017.
Keuntungan kedua dalam pandangan masyarakat, lanjut Medrial, ialah karena menjadi PNS berarti memiliki pekerjaan yang relatif mudah. Ia berpendapat, masyarakat umumnya lebih memilih untuk menghasilkan uang dari bekerja pada orang lain daripada berinovasi.
"Poin ketiga, mungkin juga karena pemerintahnya yang sudah terbiasa dengan sistem feodal yang terbiasa menikmati titah dari institusi, mereka tidak berpikir bagaimana cara lapangan kerja dari sektor swasta meningkat," ujarnya.
"Pemerintah, terutama pemerintah daerah, tidak memikirkan bagaimana cara menciptakan lapangan kerja. Lapangan kerja yang mereka lihat, satu-satunya yang mudah diciptakan, adalah PNS--memperbesar ukuran birokrasi, seakan-akan satu-satunya lapangan kerja di daerah itu adalah menjadi PNS," imbuh Medrial.
Ketiga faktor tersebut mengungkapkan, kreativitas negara dalam menciptakan lapangan kerja akan berbanding sejurus dengan tingkat kreativitas pola pikir masyarakat terhadap pekerjaan.
Sebuah survei dari Pusat Kajian Reformasi Administrasi yang dilakukan di tiga universitas pada 2015, ditemukan sebanyak 43,1 persen dari mahasiswa memilih bekerja di instansi pemerintahan.
Meski angka itu di bawah pilihan bekerja di instansi swasta, yakni 50,1 persen. Namun, gradasi alasan-alasan yang diungkapkan responden dalam memilih instansi pemerintah tidak jauh berbeda dengan yang diungkapkan Medrial.
Secara berurutan, tiga alasan utama responden memilih berkarier di instansi pemerintah ialah karena alasan keamanan kerja--bisa berarti bebas PHK, usia kerja lebih lama sebelum pensiun, tunjangan, gaji, dan prestise.
Tak heran kiranya jika kompetisi untuk lolos ujian CPNS menjadi 'barang dagangan'. Contoh sederhana, jika anda pergi ke toko buku, anda akan menemukan buku-buku bertajuk 'lolos tes CPNS' yang memenuhi rak buku--dan biasanya letaknya berdampingan pula dengan buku bertajuk 'lolos psikotes' dan 'lolos SBMPTN'.
Apakah profesi PNS sebagai primadona ini hanya berlaku dalam masyarakat Indonesia? Pada titik ini, mungkin pandangan Medrial tentang warisan karakteristik masyarakat feodal zaman dulu itu perlu direvisi.
Pasalnya, di Korea Selatan pun ditemukan fenomena serupa. Terlepas dari apakah ada suatu kemiripan corak sejarah antara masyarakat Indonesia dengan orang-orang Negeri Ginseng itu.
The Korea Times pada April 2016 menulis, pegawai negeri menjadi salah satu pekerjaan yang paling dicari generasi muda di sana. Seseorang yang ingin mendapatkan sebuah pekerjaan di instansi pemerintah, harus menghadapi sekitar 39 orang pesaing, atau rasionya adalah 40 berbanding 1.
Seorang pemuda bernama Kim (31) bahkan telah belajar selama tiga tahun untuk menghadapi ujian negara menjadi pegawai negeri. "Ketika saya mengikuti tes dan mendapatkan hasil yang mengecewakan, saya merasa ingin menyerah pada segalanya," ujar Kim.
Pernyataan Kim tersebut mengungkapkan betapa berartinya pekerjaan itu untuk diraih. Bahkan terdapat sebuah komunitas online yang disebut dokgongsa--sebuahsingkatan yang memiliki arti 'orang-orang yang bersiap-siap untuk menjadi pegawai negeri'.
Setiap hari, ada ratusan posting dari 250 ribu orang seperti Kim yang bergabung dalam komunitas itu.
Beberapa peserta ujian yang dirundung rasa putus asa bahkan melakukan tindakan nekat untuk menjadi pegawai negeri. Misalnya pada Maret 2016, seorang peserta ujian berusia 26 tahun memasuki gedung pemerintahan di Seoul beberapa kali. Ia mencuri kertas ujian pegawai negeri, kemudian mengubah nilai ujiannya.
Setelah berhasil ditangkap, orang tersebut mengatakan, "Saya minta maaf, saya ingin menjadi pegawai negeri."
Prospek kerja yang terjamin dan gaji yang tinggi adalah alasan utama untuk sebisa mungkin duduk di kantor instansi pemerintahan.
"Mengingat gaji, pensiun, pensiun dini, dan stres di perusahaan swasta, pekerjaan pegawai negeri jauh lebih baik," kata Kim.
Laris manis posisi pegawai negeri sipil juga berlaku di Negeri Tirai Bambu. Dilansir Daily Mail, pada November 2015, di China terdapat 1,4 juta orang yang mengikuti ujian nasional memperjuangkan posisi tersebut.
1,4 juta orang itu berkompetisi untuk memperebutkan hanya 27.817 posisi. Sebuah posisi pekerjaan yang, sama halnya dengan di Indonesia, disebut menawarkan pendapatan dan status stabil untuk seumur hidup.
Pada pintu masuk ujian, dibentangkan spanduk merah, warna keberuntungan masyarakat China, untuk mendorong semangat para peserta ujian.
Mungkin saking berharganya posisi itu, sampai perlu diberlakukan hukuman penjara 3 hingga 7 tahun bagi peserta ujian yang terbukti melakukan pelanggaran. Sebab tindakan tersebut di China secara hukum dianggap sebagai tindakan ilegal.
Penduduk di negara dengan populasi terbesar di dunia itu disebut telah lama menganggap pekerjaan sebagai pegawai negeri sipil sebagai 'cawan emas' yang menawarkan pendapatan dan status sosial stabil.
Persaingan ketat dalam ujian pun menambah kehormatan bagi mereka yang lolos.
Ada di antara anda yang tahun ini akan ikut ujian PNS? Selamat bersaing, semoga beruntung.
Jika gagal, tenang saja, dunia tak selebar daun kelor. Ada lebih banyak jalan dari yang kita kira.
More than 85 major corporations, small businesses, government agencies and nonprofits participated in the third annual Windy City Times WERQ! LGBTQ job fair Friday, Sept. 29, at Center on Halsted. An estimated 600 people attended the event, which included two panel discussions. The Job Fair coincided with the launch of the Windy City Times #HireTrans citywide campaign to push all employers to increase their hiring and workplace inclusion efforts for the transgender community. #HireTrans is a visibility campaign that features more than 60 trans and gender nonconforming people who were photographed by award-winning filmmaker Andre Perez. The Job Fair, which was free and open to the public, was hosted by Windy City Times with Center on Halsted, MB Financial Bank, US Bank, Howard Brown Health, Pride Action Tank, Chicago House, Association of Latino/as Motivating Action, Affinity Community Se
IFTTT is on a mission to help your favorite things work together. We've rounded up our latest connections to help you do more with connected lawn care, smart homes, and saving money.
Comments
Post a Comment